Seoul, 4 Juni 2025 – Pemilihan presiden (pilpres) Korea Selatan 2025 yang berlangsung pada 3 Juni 2025 menjadi sorotan dunia, bukan hanya karena ketegangan politik pasca-pemakzulan mantan Presiden Yoon Suk Yeol, tetapi juga karena keterlibatan praktik perdukunan dalam strategi kampanye. Fenomena ini mencuat setelah media lokal dan internasional melaporkan sejumlah kandidat diduga mengandalkan dukun untuk meraih kemenangan, menggemakan tradisi lama di mana perdukunan dan politik kerap bercampur di Korea Selatan.
Lee Jae Myung Menang, Dukun Turut Berperan?
Lee Jae Myung dari Partai Demokratik berhasil memenangkan pilpres 2025, mengalahkan Kim Moon Soo dari partai konservatif. Meski kemenangan Lee lebih banyak dikaitkan dengan platform politiknya yang pro-demokrasi dan menjanjikan kebijakan inklusif pasca-krisis darurat militer, rumor tentang keterlibatan dukun dalam kampanyenya mencuri perhatian. Beberapa laporan menyebutkan bahwa tim kampanye Lee berkonsultasi dengan peramal untuk menentukan waktu peluncuran kampanye hingga strategi publik. Meski Lee membantah tuduhan ini, praktik semacam ini bukanlah hal baru di Korea Selatan.
Tradisi Perdukunan dalam Politik Korsel
Praktik perdukunan, atau shamanisme, memiliki akar kuat dalam budaya Korea Selatan, di mana dukun sering dianggap sebagai penutur ramalan atau penasehat spiritual. Dalam politik, dukun kerap diminta untuk memprediksi hasil pemilu, menentukan langkah strategis, atau bahkan memengaruhi opini publik. Media seperti CNN Indonesia melaporkan bahwa pilpres 2025 diwarnai “adu kesaktian” dukun, dengan salah satu dukun mengklaim memiliki penglihatan tentang pemenang bertahun-tahun sebelumnya.
Contoh nyata adalah kasus mantan Presiden Yoon Suk Yeol, yang dimakzulkan pada April 2025. Yoon dikaitkan dengan dukun kontroversial Jeon Seong Bae, yang dituduh menerima hadiah mewah untuk istrinya, Kim Keon Hee. Selain itu, rumor menyebutkan keputusan Yoon merelokasi kantor kepresidenan pada 2022 dilakukan atas saran seorang dukun, memicu kontroversi besar. Penggeledahan rumah Yoon pada 30 April 2025 oleh jaksa Korsel juga terkait penyelidikan hubungannya dengan dukun tersebut.
Lebih lanjut, seorang mantan kepala intelijen, Noh, yang terlibat dalam “pertemuan hamburger” untuk merencanakan darurat militer pada Desember 2024, juga dikabarkan sebagai dukun. Hal ini menegaskan bahwa perdukunan bukan hanya alat kampanye, tetapi juga terkait dengan keputusan politik strategis.
Kontroversi dan Pandangan Publik
Meski perdukunan masih diterima di kalangan tertentu, keterlibatan dukun dalam politik menuai kritik keras. Banyak warga Korsel, terutama generasi muda, menilai praktik ini sebagai langkah mundur dari demokrasi modern. “Politik harusnya didasarkan pada rasionalitas, bukan ramalan,” ujar seorang netizen di platform X, mencerminkan sentimen publik yang skeptis. Namun, di sisi lain, pendukung tradisionalis melihat dukun sebagai bagian dari warisan budaya yang memberikan kepercayaan diri bagi kandidat.
Dampak pada Pilpres 2025
Menurut laporan SindoNews, keterlibatan dukun dalam pilpres 2025 tidak hanya terbatas pada ramalan kemenangan, tetapi juga mencakup saran tentang lokasi kampanye hingga pemilihan warna atau simbol yang dianggap membawa keberuntungan. Salah satu dukun terkenal, Baek Jae-kwon, yang merupakan ahli feng shui, sempat memicu kontroversi karena diduga memberikan saran kepada kandidat tertentu. Meski demikian, tidak ada bukti konkret bahwa kemenangan Lee Jae Myung secara langsung dipengaruhi oleh dukun, melainkan lebih kepada strategi politik dan dukungan publik yang kuat pasca-krisis Yoon.
Masa Depan Politik dan Perdukunan
Fenomena ini menunjukkan polarisasi dalam masyarakat Korsel: antara modernitas dan tradisi. Sementara Partai Demokratik menegaskan fokus pada perlindungan demokrasi, keterlibatan dukun tetap menjadi topik sensitif yang dapat memengaruhi persepsi publik. Dengan Lee Jae Myung kini resmi menjadi presiden, pertanyaan besar adalah apakah pengaruh perdukunan akan terus mewarnai politik Korsel atau perlahan ditinggalkan demi citra yang lebih rasional.