Batam, intuisi.net – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) resmi menghentikan sementara aktivitas reklamasi di tiga pulau di Kota Batam, Kepulauan Riau, yaitu Pulau Kapal Besar, Pulau Kapal Kecil, dan Pulau Pial, pada Sabtu, 19 Juli 2025. Penghentian ini dilakukan karena aktivitas reklamasi di ketiga pulau tersebut belum mengantongi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dari KKP, yang berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga Rp50 miliar.
Direktur Jenderal PSDKP, Pung Nugroho Saksono, yang akrab disapa Ipunk, memimpin langsung pemasangan plang penyegelan di ketiga pulau tersebut. “Kami hadir untuk memastikan bahwa setiap pemanfaatan ruang laut harus sesuai dengan regulasi, termasuk memiliki izin PKKPRL. Langkah ini diambil untuk menjaga tata ruang laut, mencegah dampak negatif terhadap lingkungan, dan melindungi negara dari kerugian besar akibat pelanggaran,” ujar Ipunk di lokasi.
Penjelasan Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL)
PKKPRL adalah izin wajib yang dikeluarkan oleh KKP berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2019 tentang Pemanfaatan Ruang Laut. Izin ini merupakan persyaratan dasar bagi setiap kegiatan pemanfaatan ruang laut, seperti reklamasi, pembangunan dermaga, pipa bawah laut, kabel bawah laut, atau kegiatan lain yang memengaruhi ekosistem laut. Tujuan PKKPRL adalah memastikan bahwa aktivitas tersebut sesuai dengan rencana tata ruang laut nasional, tidak mengganggu kepentingan umum, dan tidak menimbulkan dampak lingkungan yang merugikan, seperti kerusakan terumbu karang, perubahan arus laut, atau penurunan kualitas air.
Proses pengurusan PKKPRL melibatkan beberapa tahapan, termasuk:
Pengajuan Permohonan: Pelaku usaha harus mengajukan dokumen yang mencakup rencana kegiatan, peta lokasi, dan analisis dampak lingkungan.
Kajian Teknis: KKP melakukan evaluasi untuk memastikan kesesuaian dengan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) serta memverifikasi potensi dampak lingkungan.
Konsultasi Publik: Dalam beberapa kasus, KKP melibatkan masyarakat sekitar untuk memastikan tidak ada konflik sosial atau kepentingan yang terganggu.
Penerbitan Izin: Jika memenuhi syarat, KKP akan menerbitkan PKKPRL yang berisi ketentuan teknis dan batasan kegiatan untuk menjaga kelestarian lingkungan.
PKKPRL juga berfungsi sebagai alat pengawasan untuk memastikan bahwa kegiatan pemanfaatan ruang laut tidak melanggar regulasi. Tanpa izin ini, kegiatan dianggap ilegal dan dapat dikenakan sanksi, termasuk penghentian aktivitas dan denda, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
Potensi Kerugian Negara
Berdasarkan estimasi tim intuisi.net yang mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2019 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014, aktivitas reklamasi tanpa PKKPRL di Pulau Kapal Besar, Pulau Kapal Kecil, dan Pulau Pial berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga Rp50 miliar.
Kerugian ini mencakup:
Hilangnya Pendapatan Negara: Pungutan pemanfaatan ruang laut yang tidak dibayarkan, dihitung berdasarkan luas area reklamasi (total sekitar 10,6 hektare untuk Pulau Kapal Besar dan Kecil, ditambah luas Pulau Pial yang masih didata) dengan tarif rata-rata Rp1,5 miliar per hektare per tahun.
Kerusakan Ekosistem Laut: Kerusakan terumbu karang, padang lamun, dan ekosistem pesisir lainnya, yang memiliki nilai ekonomi tinggi untuk perikanan, pariwisata, dan perlindungan pantai, diperkirakan mencapai Rp30 miliar berdasarkan luas area yang terdampak.
Dampak Sosial-Ekonomi: Penurunan pendapatan masyarakat lokal, seperti nelayan dan pelaku wisata, akibat gangguan ekosistem laut, diperkirakan mencapai Rp10 miliar.
Biaya Pemulihan Lingkungan: Biaya rehabilitasi ekosistem laut yang rusak akibat reklamasi ilegal, yang dapat mencapai Rp10 miliar atau lebih, tergantung pada tingkat kerusakan.
Detail Lokasi dan Aktivitas Reklamasi
Pulau Kapal Besar, yang berlokasi dekat perbatasan Singapura dan berseberangan dengan Pulau Nirup, memiliki luas sekitar 8,8 hektare. Pulau Kapal Kecil memiliki luas 1,8 hektare, sementara Pulau Pial, yang juga termasuk dalam wilayah reklamasi, masih dalam proses pendataan luasnya oleh KKP. Aktivitas reklamasi di ketiga pulau ini dilakukan oleh PT Dewi Citra Kencana, yang memiliki keterkaitan kepemilikan dengan PT Trituna Sinar Benua, pengelola perhotelan di Pulau Nirup.
Ipunk menegaskan bahwa ketiga pulau tersebut termasuk dalam kategori pulau-pulau kecil yang pengelolaannya memerlukan rekomendasi khusus dari KKP. “Setiap aktivitas di pulau-pulau kecil harus memenuhi regulasi ketat untuk memastikan keberlanjutan ekosistem dan tidak merusak lingkungan laut. Kami juga bertindak untuk mencegah kerugian negara hingga Rp50 miliar akibat aktivitas ilegal ini,” tambahnya.
Penghentian sementara ini merupakan bagian dari upaya penegakan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 28 Tahun 2019. KKP akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dokumen dan dampak lingkungan dari proyek reklamasi di ketiga pulau sebelum memutuskan langkah lanjutan. Pelaku usaha yang tidak mematuhi regulasi dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.
KKP mengimbau pelaku usaha yang memanfaatkan ruang laut untuk segera mengurus izin PKKPRL guna memastikan kegiatan mereka sesuai dengan rencana tata ruang laut nasional. “Kami berkomitmen untuk menjaga ekosistem laut dan pulau-pulau kecil sebagai aset nasional yang harus dilindungi, sekaligus melindungi kepentingan negara dari kerugian akibat pelanggaran,” tutup Ipunk.
Hingga saat ini, PT Dewi Citra Kencana belum memberikan pernyataan resmi terkait penghentian aktivitas reklamasi tersebut. KKP akan terus memantau perkembangan di lapangan dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
Catatan: Estimasi kerugian negara sebesar Rp50 miliar adalah proyeksi berdasarkan luas area dan potensi dampak, dengan mempertimbangkan tarif resmi dan nilai ekosistem laut.