Intuisi.net – Hukum internasional dan tatanan global liberal berada di ambang kematian akibat krisis kepercayaan yang meluas. Institusi seperti PBB, ICC, dan WTO kehilangan otoritas karena dianggap sebagai alat kepentingan Barat, gagal menegakkan keadilan secara adil, dan tidak mampu merespons tantangan global seperti perubahan iklim, pandemi, atau konflik bersenjata. Konflik di Ukraina, Gaza, dan Sudan memperlihatkan standar ganda: pelanggaran hukum humaniter internasional hanya dikutuk ketika menguntungkan pihak tertentu, sementara sanksi atau intervensi sering kali didorong oleh agenda geopolitik, bukan nilai universal.
Krisis ini diperburuk oleh kebangkitan kekuatan non-Barat seperti Tiongkok, Rusia, dan India, yang menolak hegemoni liberal dan mengusung tatanan alternatif berbasis kedaulatan nasional serta non-intervensi. Mereka memanfaatkan ketidakpuasan negara-negara berkembang terhadap ketimpangan ekonomi dan politik global, mempercepat fragmentasi tatanan dunia. Sementara itu, polarisasi di negara-negara demokrasi Barat, ditambah populisme dan skeptisisme terhadap multilateralisme, melemahkan konsensus tentang hak asasi manusia, supremasi hukum, dan kerja sama internasional.
Akibatnya, hukum internasional semakin terdegradasi menjadi instrumen politik, bukan pilar perdamaian. Dunia kini menghadapi risiko anarki global, di mana kekuatan dan kepentingan jangka pendek menggantikan prinsip dan norma bersama. Tanpa reformasi mendalam dan komitmen baru untuk keadilan yang inklusif, tatanan global liberal mungkin hanya akan menjadi kenangan, meninggalkan dunia dalam ketidakpastian dan konflik yang tak terelakkan.
Meski situasi tampak suram, beberapa pihak masih optimistis bahwa tatanan global dapat diperbaiki. Reformasi institusi seperti PBB, termasuk restrukturisasi Dewan Keamanan, dianggap sebagai langkah penting. Selain itu, penguatan aliansi regional dan dialog antarnegara dapat menjadi jembatan menuju kerja sama baru.
Namun, tanpa komitmen kolektif dari negara-negara besar dan kecil, dunia berisiko terjerumus ke dalam kekacauan yang lebih besar. “Kita harus memilih: apakah kita ingin dunia yang diatur oleh aturan, atau dunia yang dikuasai oleh kekuatan semata?”
Saat ini, dunia berada di persimpangan. Apakah hukum internasional dan tatanan global liberal dapat diselamatkan, atau kita sedang menyaksikan awal dari era baru yang penuh ketidakpastian? Hanya waktu yang akan menjawab.