intuisi.net – Hari ini, bangsa Indonesia memperingati Hari Reformasi 21 Mei, menandai 27 tahun sejak pengunduran diri Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998. Peristiwa bersejarah ini mengakhiri 32 tahun kekuasaan Orde Baru dan menjadi titik awal era demokrasi Indonesia yang lebih terbuka. Peringatan ini menjadi momen refleksi atas perjuangan mahasiswa, aktivis, dan rakyat dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan, adil, dan berbasis HAM.
Latar Belakang Krisis Multidimensi 1998
Pada akhir 1990-an, Indonesia dilanda krisis ekonomi akibat krisis moneter Asia 1997. Nilai tukar rupiah jatuh dari Rp2.000 menjadi Rp17.000 per dolar AS, menyebabkan inflasi melonjak hingga 77,63% pada 1998 (data BPS). Harga kebutuhan pokok meroket, dan lebih dari 20 juta orang kehilangan pekerjaan. Pemerintahan Soeharto, yang dikenal otoriter, menghadapi sorotan tajam karena praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela. Kebebasan pers dibungkam, dan penyimpangan HAM, seperti penculikan aktivis, semakin memperparah ketidakpuasan rakyat.
Aksi Mahasiswa dan Tragedi Trisakti 1998
Gelombang protes dimulai sejak Februari 1998, dipimpin oleh mahasiswa di berbagai kota seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung. Mereka menuntut reformasi politik, ekonomi, dan hukum. Puncaknya terjadi pada 12 Mei 1998 dalam Tragedi Trisakti, ketika empat mahasiswa Universitas Trisakti—Heri Hartanto, Hafidin Royan, Elang Mulia Lesmana, dan Hendriawan Sie—tewas ditembak aparat keamanan saat berdemonstrasi di Jakarta Barat. Tragedi ini menjadi katalisator, memicu kemarahan nasional dan memperluas aksi ke berbagai lapisan masyarakat, termasuk buruh dan kelompok masyarakat sipil.
Kerusuhan Mei 1998 dan Dampaknya
Pada 13-15 Mei 1998, kerusuhan massal melanda Jakarta, Solo, Medan, dan kota-kota besar lainnya. Penjarahan toko, pembakaran gedung, dan kekerasan etnis, terutama terhadap warga Tionghoa, menewaskan lebih dari 1.200 orang, menurut Komnas HAM. Sebanyak 168 perempuan menjadi korban kekerasan seksual selama kerusuhan, dan kerugian material diperkirakan mencapai Rp3,1 triliun. Kekacauan ini memperlemah posisi Soeharto, yang dituding gagal mengendalikan situasi. Tekanan dari dalam negeri, termasuk elite politik dan militer, serta tekanan internasional, semakin memojokkan rezim Orde Baru.
Puncak Perjuangan: Soeharto Mundur
Pada 18 Mei 1998, ribuan mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR di Senayan, Jakarta, menuntut Soeharto mundur. Aksi ini didukung oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh agama, akademisi, dan politisi. Ketua DPR Harmoko secara terbuka meminta Soeharto mengundurkan diri pada 18 Mei. Sejumlah menteri kabinet, termasuk 14 menteri dari Kabinet Pembangunan VII, menolak bergabung dalam kabinet baru yang diusulkan Soeharto. Pada 21 Mei 1998 pukul 09.00 WIB, di Istana Merdeka, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya melalui siaran televisi nasional, menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden B.J. Habibie. Ini menjadi penanda akhir Orde Baru dan awal era Reformasi 1998.
Dampak dan Makna Reformasi
Pengunduran diri Soeharto membawa perubahan besar bagi Indonesia:
- Demokratisasi: Pemilu 1999 menjadi pemilu paling demokratis sejak 1955, diikuti amandemen UUD 1945 yang memperkuat demokrasi, termasuk pembatasan masa jabatan presiden menjadi dua periode.
- Desentralisasi: UU No. 22/1999 tentang Otonomi Daerah diluncurkan untuk mengurangi sentralisasi kekuasaan, memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah.
- Kebebasan Pers: Pembatasan media dicabut, memungkinkan kebebasan berpendapat dan munculnya ratusan media baru.
- Pemberantasan KKN: Reformasi membuka ruang untuk pembentukan KPK pada 2002, meskipun tantangan korupsi masih besar hingga kini.
Peringatan Hari Reformasi 2025
Peringatan Hari Reformasi 2025 di Jakarta diwarnai aksi damai mahasiswa di depan gedung DPR/MPR, menyerukan pengawalan demokrasi dan pemberantasan korupsi. Organisasi seperti GMNI dan GSBI menggelar diskusi publik bertema “Reformasi Belum Selesai”. Pameran foto bertajuk “Jejak Reformasi 1998” digelar di Monas, menampilkan dokumentasi perjuangan mahasiswa. Pemerintah juga mengadakan upacara kenegaraan untuk menghormati para pahlawan reformasi.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meski banyak kemajuan, reformasi masih menghadapi tantangan seperti kriminalisasi aktivis, ketimpangan ekonomi, dan pelemahan lembaga antikorupsi. Aktivis menyerukan agar Hari Reformasi 21 Mei dijadikan hari nasional resmi untuk mengingatkan generasi muda akan pentingnya menjaga demokrasi.