Mulutmu Harimaumu: Polemik Bupati Pati Sudewo

Kata-kata seorang pemimpin memiliki kekuatan besar, baik untuk menyatukan maupun memecah belah

Intuisi.net, Pati – Pernyataan Bupati Sudewo yang menantang warga untuk berdemo telah memantik eskalasi konflik, membuktikan bahwa kata-kata seorang pemimpin memiliki kekuatan besar, baik untuk menyatukan maupun memecah belah. Kata-kata bisa menyembuhkan atau menyakiti, tergantung cara penyampaiannya. Ucapan Sudewo yang dianggap arogan telah memperkeruh suasana, mendorong warga untuk bersatu melawan kebijakan yang mereka anggap tidak adil.

Peribahasa “Mulutmu Harimaumu” seolah menjadi cerminan situasi yang kini melibatkan Bupati Pati, Sudewo, di tengah kontroversi kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen. Pernyataan tegasnya yang menantang warga untuk berdemonstrasi telah memicu gelombang reaksi keras dari masyarakat, menyeret Kabupaten Pati ke sorotan nasional. Berikut kronologi lengkap peristiwa ini, dari awal mula hingga perkembangan terkini.

Awal Mula: Kebijakan Kenaikan PBB dan Reaksi Masyarakat

Kebijakan kenaikan PBB-P2 sebesar 250 persen diumumkan oleh Bupati Sudewo pada Mei 2025, setelah disepakati dalam rapat bersama camat dan Paguyuban Solidaritas Kepala dan Perangkat Desa Kabupaten Pati (Pasopati). Menurut Sudewo, kenaikan ini diperlukan untuk mendukung pembangunan infrastruktur, seperti perbaikan jalan, renovasi RSUD RAA Soewondo, serta program pertanian dan perikanan. Ia menegaskan bahwa tarif PBB di Pati belum naik selama 14 tahun, sehingga penyesuaian dianggap mendesak untuk meningkatkan pendapatan daerah yang hanya mencapai Rp 36 miliar per tahun, jauh di bawah anggaran untuk pegawai honorer dan PPPK sebesar Rp 200 miliar.

Namun, kebijakan ini segera menuai penolakan keras dari masyarakat. Warga menilai kenaikan 250 persen terlalu besar dan memberatkan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sulit, dengan kenaikan harga kebutuhan pokok dan tingginya angka PHK. Aliansi Masyarakat Pati Bersatu, yang menjadi simpul penolakan, mulai mengorganisir aksi untuk menyuarakan aspirasi mereka.

Tantangan Kontroversial Bupati Sudewo

Ketegangan memuncak ketika Bupati Sudewo memberikan pernyataan yang dianggap arogan pada 15 Juli 2025, usai rapat paripurna di Gedung DPRD Pati. Menanggapi rencana demonstrasi warga, ia berkata, “Siapa yang akan melakukan penolakan? Silakan lakukan. Jangan cuma 5.000 orang, 50.000 orang aja suruh ngerahkan, saya tidak akan gentar. Saya tidak akan mengubah keputusan.” Pernyataan ini, yang terekam dalam video dan viral di media sosial, memicu kemarahan warga. Banyak yang menilai ucapan tersebut sebagai bentuk arogansi kekuasaan dan kurangnya empati terhadap rakyat.

Koordinator aksi, Ahmad Husein, merespons dengan mendirikan posko donasi di depan Kantor Bupati Pati sejak 1 Agustus 2025. Posko ini bertujuan menggalang logistik untuk demonstrasi akbar yang direncanakan pada 13 Agustus 2025. Ratusan dus air mineral dan spanduk bertuliskan penolakan kenaikan PBB memenuhi area sekitar Alun-alun Pati, menunjukkan keseriusan warga dalam menjawab tantangan bupati. Husein menegaskan, “Masyarakat ditantang sama Sudewo, katanya tidak takut didemo 50 ribu orang. Makanya saya berani bikin posko di sini, biar dia melihat bahwa masyarakat benar-benar mendukung!”

Eskalasi Ketegangan: Ricuh dengan Satpol PP

Pada 5 Agustus 2025, situasi memanas ketika Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pati berupaya membubarkan posko donasi di Alun-alun Pati. Petugas beralasan bahwa lokasi tersebut akan digunakan untuk perayaan Hari Jadi ke-702 Kabupaten Pati dan HUT ke-80 RI. Aksi penertiban berlangsung ricuh, dengan adu mulut antara massa dan petugas. Satpol PP menyita kardus air mineral hasil donasi, memicu kemarahan warga. Plt. Sekda Pati, Riyoso, yang turun ke lokasi, nyaris terlibat baku hantam dengan massa.

Koordinator aksi lainnya, Supriyono, menyatakan kekecewaannya atas tindakan Satpol PP. Ia menegaskan bahwa aksi penggalangan donasi telah diberitahukan secara resmi kepada kepolisian dan bupati. “Kami sudah memberikan surat pemberitahuan untuk aksi 13 Agustus. Donasi ini murni dari masyarakat Pati yang geram dengan kebijakan bupati,” ujarnya. Warga menolak memindahkan posko, bahkan mengancam akan menduduki gedung DPRD Pati jika penertiban dipaksakan.

Permintaan Maaf dan Tinjau Ulang Kebijakan

Menanggapi polemik yang kian memanas, Bupati Sudewo akhirnya angkat bicara pada 7 Agustus 2025 di Pendopo Kabupaten Pati. Dalam konferensi pers, ia meminta maaf atas pernyataannya yang dianggap menantang warga. “Saya minta maaf yang sebesar-besarnya atas pernyataan saya 5.000 silakan, 50 ribu massa silakan. Saya tidak menantang rakyat. Mosok rakyat saya tantang,” katanya. Ia menegaskan bahwa ucapannya tidak bermaksud menyinggung dan berharap demonstrasi 13 Agustus berjalan lancar serta aman.

Sudewo juga mengklarifikasi bahwa kenaikan PBB tidak seragam 250 persen, melainkan bervariasi antara 50 hingga 250 persen, tergantung kondisi. Ia mengklaim hampir 50 persen warga telah membayar PBB dengan tarif baru. Namun, ia membuka peluang untuk meninjau ulang kebijakan ini jika ada warga yang mengajukan keberatan secara resmi. “Jika ada yang keberatan, silakan ajukan, akan kami tinjau ulang,” ujarnya.

Keterlibatan Santri dan Persiapan Demo Akbar

Polemik ini juga menarik perhatian komunitas santri di Pati. Aliansi Santri Pati untuk Demokrasi (Aspirasi) menyatakan akan bergabung dalam demonstrasi 13 Agustus 2025. Koordinator Aspirasi, Sahal Mahfudh, memperkirakan sekitar 5.000 santri akan turut serta, dengan 1.500 di antaranya telah mengkonfirmasi kehadiran. Selain menolak kenaikan PBB, para santri juga memprotes kebijakan lima hari sekolah yang dianggap mengganggu pendidikan agama, seperti Taman Pendidikan Quran dan madrasah diniyah, karena membuat siswa kelelahan.

Warga juga menambahkan tuntutan agar Bupati Sudewo dilengserkan, mencerminkan kekecewaan mendalam terhadap gaya kepemimpinannya. Gerbang Kantor Bupati Pati kini dipenuhi logistik donasi, menandakan solidaritas masyarakat yang semakin kuat.

Perkembangan Terkini dan Harapan ke Depan

Hingga 8 Agustus 2025, situasi di Pati tetap tegang menjelang demonstrasi 13 Agustus. Masyarakat terus menggalang dukungan, dengan donasi logistik yang kian bertambah. Sementara itu, Bupati Sudewo berupaya meredam situasi dengan permintaan maaf dan janji meninjau ulang kebijakan PBB. Namun, kepercayaan masyarakat tampaknya belum pulih sepenuhnya, terutama setelah insiden ricuh dengan Satpol PP.

Warga Pati kini menanti apakah aksi demonstrasi akan membuahkan hasil, baik dalam bentuk pencabutan kenaikan PBB atau perubahan sikap dari pemerintah daerah. Yang jelas, polemik ini menjadi pengingat bahwa komunikasi yang bijak dari seorang pemimpin adalah kunci untuk menjaga harmoni dengan rakyatnya. Seperti peribahasa “Mulutmu Harimaumu,” kata-kata yang keluar dari mulut seorang bupati bisa menjadi senjata yang membangun atau menghancurkan.

 

Writer: IndEditor: Hrp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *